jangan menyerah..

semua harus butuh pengorbanan.. dan kerja keras.. kita sama2 manusia, sama2 makan nasi dan sama2 makhluk allah..orang bisa berhasil mustahil kita tidak bisa..

salam saudara kasih sayang

kasih sayang itu fitrah.bisa jd pahala, bisa juga jd dosa. Ia akn jd pahala,kalau cara'a baik(halal)..
Tp,ia justru berbalik jd dosa(zina), kalau cara dan waktu'a ternyata gak disukai Allah..
Kadang,qt terlalu cepat memaknai yg nama'a ksih syg.....
Pdahal,mungkin qt cm ingin tau,coba2, atw sekedar kagum...tp trnyta qt sdh ambil jln yg krg tepat..
Yg penting,harus pinter..
Dan harus pinter2....
Jgn slh langkah,,
Allah bilang: laki2 yg baik itu,unt prmpuan yg baik2,laki2 yg bruk itu,unt prmpuan yg buruk2.
Dan jnji Allah itu pasti.. ^^
Jd kl qt smw mw dpt yg baik,mk qt dlu yg hrz perbaiki diri, kl qt mw dpt yg terjaga,mk qt dlu yg hrz jaga diri.
Qt g akn dpt yg baik ,kl qt g brusaha jd org yg baik.
Bukankah qt akn mdptkn sgla sesuatu sesuai dgn ap yg qt usahakan? ^^

Rabu, 28 Juli 2010

kti sc

Gambaran penatalaksanaan pre-operasi seksio sesarea di ruang bersalin rumah sakit umum daerah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Besarnya persalinan secsio sesarea (SC) dibandingkan persalinan normal tetap mengandung risiko dan kerugian yang lebih besar seperti risiko kematian dan komplikasi yang lebih besar seperti resiko kesakitan dan menghadapi masalah fisik pasca operasi seperti timbulnya rasa sakit, perdarahan, infeksi, kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur juga memiliki masalah secara psikologis karena kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan bayi dan merawatnya (Depkes RI, 2006 : 9).
Di Indonesia terutama di kota-kota besar, keputusan ibu hamil untuk melahirkan dengan SC walau tidak memiliki indikasi medis paling banyak disebabkan oleh adanya ketakutan menghadapi persalinan normal atau yang lebih dikenal sebagai rasa takut akan kelahiran (fear of childbirth) akan tetapi di Indonesia faktor psikologis ibu ini nampak kurang diperhatikan (Kasdu dalam Depkes RI, 2006 : 9-10). Oleh karena itu pentingnya suatu perencanaan yang menyangkut pada kesehatan fisik dan psikis calon orang tua serta kesehatan janin. (Kasdu, 2003 : 32-33).
Berdasarkan hasil penelitian terdapat sekitar 20 % persalinan harus dilakukan dengan SC, baik karena pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya ataupun keinginan pribadi pasien (Kasdu, 2003 : iii). Persalinan secara SC di Amerika Serikat terdapat 85 % dengan indikasi riwayat SC, distosia persalinan, gawat janin dan letak sungsang (Cunningham, dkk, 2006 : 595). Sedangkan di Indonesia menurut Survei Demografi dan Kesehatan pada tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat angka persalinan SC secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4 % dari jumlah total persalinan. Secara umum jumlah SC di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25 % dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80 % dari total persalinan (Depkes RI, 2006 : 9). Berdasarkan data yang diperoleh dari catatan Medical Record RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006, didapatkan data bahwa angka kejadian SC di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jendral Ahmad Yani Kota Metro sebesar 11, 27 % dari total persalinan (Medical Record, 2006) dan dari informasi sejumlah mahasiswa yang mempunyai pengalaman magang dan pengalaman pasien yang pernah menjalani operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro, penatalaksanaan pre-operasi SC belum dilaksanakan semuanya sesuai dengan teori dalam asuhan kebidanan.
Tingginya persentase persalinan SC menimbulkan kekhawatiran bahwa hal ini disebabkan semakin banyaknya persalinan bedah tanpa indikasi medis, melainkan karena permintaan ibu hamil yang memandang SC merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan persalinan normal. (Depkes RI, 2006 : 9). Seharusnya SC dilakukan jika keadaan medis memerlukannya. Dalam hal ini, janin atau ibu dalam keadaan gawat darurat dan hanya dapat diselamatkan jika persalinan dilakukan dengan jalan operasi atau SC (Kasdu, 2003 : 9). Indikasi medis untuk SC adalah jika terjadi disproporsi sevalopelvik, gawat janin, plasenta previa, incoordinate uterine action, eklampsia, dan hipertensi (Mansjoer, dkk, 2005 : 344-345).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meninjau penatalaksanaan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: ” Bagaimana gambaran penatalaksanaan persiapan pre-operasi secsio sesarea di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2007?”

B. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini antara lain :
2. Lokasi dan waktu penelitian : penelitian ini akan dilaksanakan di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada bulan Juni 2007.
3. Variabel penelitian : variabel bebas penelitian ini adalah penatalaksanaan pre-operasi SC yang meliputi penatalaksanaan persiapan mental spiritual, penatalaksanaan persiapan fisik penderita, pemeriksaan laboratorium dan pramedikasi, sedangkan variabel terikat penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
4. Jenis penelitian ini : deskriptif.
5. Subjek dan objek penelitian : subjek penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan yang menjadi objek penelitian adalah ibu yang bersalin dengan SC di Ruang Bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2007.
6. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2007.
2. Tujuan khusus penelitian ini untuk :
a. Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan mental spiritual pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
b. Mengetahui gambaran penyuluhan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
c. Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan fisik penderita di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
d. Mengetahui gambaran penatalaksanaan laboratorium di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
e. Mengetahui gambaran penatalaksanaan premedikasi di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
7. Manfaat Penelitian
1. Bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro diharapkan dapat memberikan gambaran mutu pelayanan dalam penatalaksanaan dan sebagai bahan untuk motivasi meningkatkan mutu pelayanan dalam penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC.
2. Institusi pendidikan Program Studi Kebidanan Metro, memberikan bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC dalam silabus pembelajaran.
3. Bagi penelitian lainnya, sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC.

Kamis, 31 Desember 2009

info kesehatan

Manfaat Buah Pisang


Selain memberikan kontribusi gizi lebih tinggi daripada apel, pisang juga dapat menyediakan cadangan energi dengan cepat bila dibutuhkan. Termasuk ketika otak mengalami keletihan.

Makanan ringan dari pisang sangat populer bagi masyarakat di perkotaan maupun pedesaan. Beragam jenis makanan ringan dari pisang yang cukup populer antara lain kripik asal Lampung, sale (Bandung), molen (Bogor), dan epe (Makassar).

Ada laporan yang menyebutkan bahwa pisang berasal dari Asia Tenggara, Brasil, dan India. Di Asia Tenggara, pisang diyakini berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Pisang telah lama berkembang di India, yaitu sejak 500 tahun sebelum Masehi dan menyebar sampai ke daerah Pasifik. Pisang berkembang subur pada daerah tropis yang lembab, terutama di dataran rendah. Karena itu, di daerah hujan turun merata sepanjang tahun, produksi pisang dapat berlangsung tanpa mengenal musim. Tidak heran, Indonesia, Kepulauan Pasifik, dan Brasil terkenal sebagai negara pengekspor pisang. Namun, Indonesia tidak termasuk dalam 15 negara terbesar di dunia yang mengonsumsi pisang. Masyarakat di negara-negara Afrika dan Amerika Latin dikenal sangat tinggi mengonsumsi pisang setiap tahunnya.

Berdasarkan cara konsumsi, pisang dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu banana dan plantain. Banana adalah pisang yang lebih sering dikonsumsi dalam bentuk segar setelah buah matang, contohnya pisang ambon, susu, raja, seribu, dan sunripe. Plantain adalah pisang yang dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar, atau dikolak, seperti pisang kepok, siam, kapas, tanduk, dan uli.

Pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium. Pisang juga mengandung vitamin, yaitu C, B kompleks, B6, dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak.

Energi Instan

Nilai energi pisang sekitar 136 kalori untuk setiap 100 gram, yang secara keseluruhan berasal dari karbohidrat.

Nilai energi pisang dua kali lipat lebih tinggi daripada apel. Apel dengan berat sama (100 gram) hanya mengandung 54 kalori.

Karbohidrat pisang menyediakan energi sedikit lebih lambat dibandingkan dengan gula pasir dan sirup, tetapi lebih cepat dari nasi, biskuit, dan sejenis roti. Oleh sebab itu, banyak atlet saat jeda atau istirahat mengonsumsi pisang sebagai cadangan energi.

Kandungan energi pisang merupakan energi instan, yang mudah tersedia dalam waktu singkat, sehingga bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan kalori sesaat. Karbohidrat pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu tidak terlalu cepat. Karbohidrat pisang merupakan cadangan energi yang sangat baik digunakan dan dapat secara cepat tersedia bagi tubuh.

Gula pisang merupakan gula buah, yaitu terdiri dari fruktosa yang mempunyai indek glikemik lebih rendah dibandingkan dengan glukosa, sehingga cukup baik sebagai penyimpan energi karena sedikit lebih lambat dimetabolisme. Sehabis bekerja keras atau berpikir, selalu timbul rasa kantuk. Keadaan ini merupakan tanda-tanda otak kekurangan energi, sehingga aktivitas secara biologis juga menurun.

Untuk melakukan aktivitasnya, otak memerlukan energi berupa glukosa. Glukosa darah sangat vital bagi otak untuk dapat berfungsi dengan baik, antara lain diekspresikan dalam kemampuan daya ingat.

Glukosa tersebut terutama diperoleh dari sirkulasi darah otak karena glikogen sebagai cadangan glukosa sangat terbatas keberadaannya. Glukosa darah terutama didapat dari asupan makanan sumber karbohidrat. Pisang adalah alternatif terbaik untuk menyediakan energi di saat-saat istirahat atau jeda, pada waktu otak sangat membutuhkan energi yang cepat tersedia untuk aktivitas biologis.

Namun, kandungan protein dan lemak pisang ternyata kurang bagus dan sangat rendah, yaitu hanya 2,3 persen dan 0,13 persen. Meski demikian, kandungan lemak dan protein pisang masih lebih tinggi dari apel, yang hanya 0,3 persen. Karena itu, tidak perlu takut kegemukan walau mengonsumsi pisang dalam jumlah banyak.

Kaya Mineral

Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, kalsium, dan besi.
Bila dibandingkan dengan jenis makanan nabati lain, mineral pisang, khususnya besi, hampir seluruhnya (100 persen) dapat diserap tubuh.

Berdasarkan berat kering, kadar besi pisang mencapai 2 miligram per 100 gram dan seng 0,8 mg. Bandingkan dengan apel, yang hanya mengandung 0,2 mg besi dan 0,1 mg seng untuk berat 100 gram.

Kandungan vitaminnya sangat tinggi, terutama provitamin A, yaitu betakaroten, sebesar 45 mg per 100 gram berat kering, sedangkan pada apel hanya 15 mg. Pisang juga mengandung vitamin B, yaitu tiamin, riboflavin, niasin, dan vitamin B6 (piridoxin).
Kandungan vitamin B6 pisang cukup tinggi, yaitu sebesar 0,5 mg per 100 gram. Selain berfungsi sebagai koenzim untuk beberapa reaksi dalam metabolisme, vitamin B6 berperan dalam sintetis dan metabolisme protein, khususnya serotonin. Serotonin diyakini berperan aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak.
Vitamin B6 juga berperan dalam metabolisme energi yang berasal dari karbohidrat. Peran vitamin B6 ini jelas mendukung ketersediaan energi bagi otak untuk aktivitas sehari-hari.

Sabtu, 19 Desember 2009

askep anak dengan hisprung

Hirscprung
Definisi
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalopun ada sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat mendorong kotoran keluar dari anus
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya, misalnya sindroma Down.
Gejala-gejala yang mungkin terjadi:
 segera setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir)
 tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
perut menggembung muntah
 diare encer (pada bayi baru lahir)
 berat badan tidak bertambah
 malabsorbsi.
Etiologi penyakit hirscprung
 Keturunan karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan sejak lahir.
 Faktor lingkungan
 Tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon.
 Ketidakmampuan sfingter rectum berelaksasi
Manifestasi Klinis
1. Masa neonatal
 Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
 Muntah berisi empedu
 Enggan minum
 Distensi abdomen
2. Masa bayi dan kanak-kanak
 Konstipasi
 Diare berulang
 Tinja seperti pita, berbau busuk
 Distensi abdomen
 Gagal tumbuh
Patofisiologi
Penyakit Hirscprung, atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut, menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu. Penyakit hirscprungdiduga terjadi karena faktor-faktor genetik dan faktor lingkungan, namun etiologi sebanarnya tidak diketahui. Penyakit hairscprung dapat muncul pada sembarang usia, walaupun sering terjadi pada neonatus.









Sel ganglion parasimpatik dari pleksus aurbach di kolon tidak ada

Peristaltik segmen kolon turun dan mengenai rektum dan kolon kongenital bagian bawah

Hipertrofi

Distensi kolon bagian proksimal

Distensi abdomen
Karakteristik
Karektertik megakolon didapat pada anak-anak adalah akibat dari kombinasi latihan BAB (Buang air besar) yang salah dan gangguan mental dan emosional yang dikarenakan oleh anak tersebut tidak mau mencoba untuk BAB. Administrasi dosis laksatif yang gagal untuk menyelasaikan masalah secara permanen dan dalam masa yang panjang rectum anaknya akan dipenuhi feses yang padat dan kolon menjadi besar secara progresif. Setelah bagian kolon yang menggelembung dikosongkan, rawatan primer untuk kelainan ini adalah psychiatric dan termasuk memujuk anak tersebut menerima latihan tersebut Megakolon pada dewasa bias disebkan oleh mengambil obat-obat tertentu, fungsi troid yang abnormal, DM (Diabetes millitus, scleroderma atau amyloidosis. Berbagai prosedur pembedahan untuk membaikkan kondisi ini
Diagnosis
Diagnosis yang diperoleh terutama dengan teknik radiografi dan ultrasound. Studi tentang penilaian kolonik transit sangat berguna dalam menentukan kemampuan fisik tubuh untuk menahan daya yang dapat merubah posisi megakolon dari bentuk istirahat atau untuk merubah bentuk..Dalam tes ini, pasien diharuskan menelan larutan yang mengandung bolus ‘kontras radio-opaq’. Dari sini didapatkan film dalam jangka waktu1,3 dan 5 jam kemudian. Pasien dengan kelembaman kolon dapat dikenal pasti dari penilaian yang terbentukdi sepanjang usus besar, sementara pasien obstruksi berlebihan akan mengakumulasi penilaian pada tempat tertentu. Suatu colonscopy bisa juga digunakan untuk menegaskan penyebab obstruksi secara mekanikal. Monometri anorektal bisa membantu dalam membedakan bentuk kongenital dan didapat. Biopsi rektal direkomendasi untuk diagnosis akhir bagi penakit Hirschprung.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
 Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan tinja)
 Barium enema
 Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan balon di dalam rektum)
 Biopsi rektum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf
Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung
1. Radiologi
• Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon proksimal.
• Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
2. Laboratorium
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi, misal : enterokolitis atau sepsis.
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.









Penatalaksanaan Hirschprung
 Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
 Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
 Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.




Perawatan
Perawatann yang terjadi :
 Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet dan wujud feses adalah efektif.
 Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik-Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba anorektal dan nasogastric.
Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Penyakit Hisprung
Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian anak dengan penyakit hisprung dapat ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut. Adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-28 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau, dan konstipasi. Pada pengkajian terhadap faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetis dan faktor lingkungan. Penyakit ini dapat muncul pada semua usia akan tetapi paling sering ditemukan pada neonatus. Pada perkusi adanya kembung, apabila dilakukan colok anus, feses akan menyemprot. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan adanya segmen aganglionosis diantaranya: apabila segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, maka termasuk tipe hisprung segmen pendek dan apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid sampai seluruh kolon maka termasuk tipe hisprung segmen panjang. Pemeriksaan biopsi rektal digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion. Pemeriksaan manometri anorektal digunakan untuk mencatat respons refluks sfingter internal dan eksternal.
Diagnosis / Masalah Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan penyakit hisprung (megakolon kongenital) antara lain:
Prapembedahan
1. Konstipasi
2. Kurang volume cairan dan elektrolit
3. Gangguan kebutuhan nutrisi
4. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan


Pascapembedahan
1. Nyeri
2. Risiko infeksi
3. Risiko komplikasi pascapembedahan
Rencana Tindakan Keperawatan
Prapembedahan
Konstipasi
Terjadinya masalah konstipasi ini dapat disebabkan oleh obtruksi, tidak adanya ganglion pada usus. Rencana tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah mencegah atau mengatasi konstipasi dengan mempertahankan status hidrasi, dengan harapan feses yang keluar menjadi lembek dan tanpa adanya retensi.
Tindakan:
1. Monitor terhadap fungsi usus dan karakteristik feses
2. Berikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontra indikasi lain
3. Kolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan:
Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel di mana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan. Terdapat tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:
a. Prosedur duhamel dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.
b. Prosedur swenson membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior.
c. Prosedur soave dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang besaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
Kurang Volume Cairan dan Elektrolit
Kekurangan volume cairan dapat disebabkan asupan yang tidak memadai sehingga dapat menimbulkan perubahan status hidrasi seperti ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan membran mukosa, produksi, dan berat jenis urine. Maka upaya yang dapat dilakukan adalah mempertahankan status cairan tubuh.
Tindakan:
1. Lakukan monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh.
2. Observasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status cairan.
3. Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi.
Gangguan Kebutuhan Nutrisi
Gangguan kebutuhan nutrisi ini dapat timbul dengan adanya perubahan status nutrisi seperti penurunan berat badan, turgor kulit menurun, serta asupan yang kurang, maka untuk mengatasi masalah yang demikian dapat dilakukan dengan mempertahankan status nutrisi.
Tindakan:
1. Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, asupan.
2. Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan.
3. Timbang berat badan setiap hari.
4. Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein, dan tinggi sisa.
Risiko Cedera (Injuri)
Masalah ini dapat ditimbulkan akibat komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit hisprung seperti gawat pernafasan ajut dan enterokolitis. Untuk mengatasi cedera atau injuri yang dapat disebabkan adanya komplikasi maka dapat dilakukan pemantauan dengan mempertahankan status kesehatan.
Tindakan:
1. Pantau tanda vital setiap 2 jam (kalau perlu).
2. Observasi tanda adanya perforasi usus seperti muntah, meningkatnya nyeri tekan, distensi abdomen, iritabilitas, gawat pernafasan, tanda adanya enterokolitis.
3. Lakukan pengukuran lingkar abdomen setiap 4 jam untuk mengetahui adanya distensi abdomen.
Pascapembedahan
Nyeri
Masalah nyeri yang dijumpai pada pascapembedahan ini dapat disebabkan karena efek dari insisi, hal ini dapat ditunjukan dengan adanya tanda nyeri seperti ekspresi perasaan nyeri, perubahan tanda vital, pembatasan aktivitas.
Tindakan:
1. Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri.
2. Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung (back rub), sentuhan.
3. Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien.
4. Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila dimungkinkan.
Risiko Infeksi
Risiko infeksi pascapembedahan dapat disebabkan oleh dadanya mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah pembedahan, atau kurang pengetahuan pasien dalam penatalaksanaan terapeutik pascapembedahan.
Tindakan:
1. Monitor tempat insisi.
2. Ganti popok yang kering untuk menghindari konstaminasi feses.
3. Lakukan keperawatan pada kolostomi atau perianal.
4. Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan pengobatan terhadap mikroorganisme.
Risiko Komplikasi Pascapembedahan
Risiko komplikasi pascapembedahan pada penyakit hisprung ini seperti adanya striktur ani, adanya perforasi, obstruksi usus, kebocoran, dan lain-lain. Rencana yang dapat dilakukan adalah mempertahankan status pascapembedahan agar lebih baik dan tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
Tindakan:
1. Monitor tanda adanya komplikasi seperti: obstruksi usus karena perlengketan, volvulus, kebocoran pada anastomosis, sepsis, fistula, enterokolitis, frekuensi defekasi, konstipasi, pendarahan dan lain-lain.
2. Monitor peristaltik usus.
3. Monitor tanda vital dan adanya distensi abdomen untuk mempertahankan kepatenan pemasangan naso gastrik.
Tindakan perawatan Kolostomi
a. Siapkan alat untuk pelaksanan kolostomi.
b. Lakukan cuci tangan.
c. Jelaskan pada anak prosedur yang akan dilakukan.
d. Lepaskan kantong kolostomi dan lakukan pembersihan daerah kolostomi.
e. Periksa adanya kemerahan dan iritasi.
f. Pasang kantong kolostomi di daerah stoma.
g. Tutup atau lakukan fiksasi dengan plester.
h. Cuci tangan.



















DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat. 2005. Pengantar Keperawatan Anak II Edisi I. Salemba Medika. Jakarta
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Jakarta
Nelson. 1998. Ilmu Kesehatan Anak: Ilmu Pediatric Perkembangan edisi kedua. EGC. Jakarta.
NN. Sunday 10 of December, 2006. Megakolon Kongenital. http://fkuii.org/tikiindex.php?page=Megacolon+kongenital8

NN. Diakses 22 November 2007. Hirschsprung Disease. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/hirschsprung-disease.html

NN. Diakses 22 November 2007. Hirscsprung. http://arbaa-fivone.blogspot.com
NN. Diakses 22 November 2007. Penyakit Hirscsprung. http://www.medicastore.com/cybermed/detail

askep ensefalitis

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN ENSEFALITIS

1. Pengertian.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS (Central Nervus System) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulent.

2. Penyebab Ensefalitis:
Penyebab terbanyak : adalah virus
Sering : - Herpes simplex ,- Arbo virus
Jarang : - Entero virus - Mumps, Adeno virus
Post Infeksi : - Measles, Influenza, Varisella
Post Vaksinasi : - Pertusis

Ensefalitis supuratif akut :
Bakteri penyebab Ensefalitis adalah : Staphylococcusaureus ,Streptokok, E.Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum.

Ensefalitis virus:
Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella ,virus denque ,virus polio ,cockscakie A,B,Herpes Zoste ,varisela ,Herpes simpleks,vario;lla.

Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :
• Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
• Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

Patofisiologi Ensefalitis
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
• Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
• Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah
Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
• Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.




PATOFISIOLOGI
Penyakit


Campak
Cacar Air
Herpes
Bronchopneumonia


Virus/Bakteri masuk Jaringan Otak



Peradangan Di Otak
Edema Pembentukan
Transudat & Eksudat



Gangguan Perfusi Reaksi Kuman Iritasi Korteks Kerusakan Kerusakan
Jaringan Cerebral Patogen Cerebral Area Saraf IV Saraf IX
Fokal Seizure


Suhu Tubuh Resiko Trauma Sulit Sulit
Nyeri Mengunyah Makan

Deficit Cairan Gangguan PemenuhanNutrisi
Kesadaran ↓ Hipovolemik

Stasis Cairan Tubuh Gangguan Mobilitas Fisik

Gangguan Persepsi Sensori

Penumpukan Sekret


Gangguan Bersihan Jalan Nafas









PENGKAJIAN
I. Identitas
Umur : dapat menyerang semua kelompok umur.
Jenis Kelamin : tidak terdapat perbedaan.
Status ekonomi : sering terjadi keadaan nutrisi yang buruk, karena faktor ekonomi.
Lingkungan tempat tinggal yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan menunjang juga terjadinya penyakit ini.

II. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama.
Kejang-kejang dapat disertai dengan penurunan kesadaran,tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (kaku kuduk,.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak menjadi lesu atau terjadi kelemahan secara umum, nyeri ekstremitas, mudah terangsang/irritable, demam (39°- 41°C), nafsu makan menurun, muntah-muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, pucat, gelisah,
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Anak pernah menderita penyakit yan disebabkan oleh virus, seperti virus influenza, varisella,adenovirus, coxsachie, echovirus atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit satu sel, cacing, fungus, riketsia.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga ada yang menderita penyakit yang dapat menular kepada anak.

Riwayat Tumbuh Kembang
Anak usia todler adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang paling hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 12-36 bulan. Pada usia ini anak mengeksplorasi secara giat tentang lingkungannya sepereti berusaha mengetahui bagaimana sersuatu bekerja, apa kata-kata dan bagaimana mengontrolnya dengan tuntunan, negativisme dan berkeras kepala.
Masa ini merupkan masa yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan pertumbuhan intelektual.
Perkembangan Biologis.
Rata-rata penambahan berat badan sekitar 1,8 – 2,7 kg atau kurang lebih 2,5 kg/tahun. Pada usia 2 tahun rata-rata BB 12 kg dan pada usia 2,5 tahun menjadi 4 kali berat badan waktu lahir. Penambahan TB juga melambat kurang lebih 7,5 cm/tahun.
Perekembangan fungsi Mental/intelektual mulai lahir – 2 tahun.
Pada masa ini anak berkembang dari aktif refleks ke pengulangan tingkah laku sederhana, anak juga mulai merasakan penyebab sesuatu dan akibatnya. Keingintahuan anak besar dan memcoba memperoleh kesenangan. Dan mulai menyadari dirinya dan obyek yang menarik diluar dirinya. Pada tahap akhir dari masa ini kemampuan bahasa anak mulai berkembang.
Perkembangan Psikososial/Emosional
Bayi setelah lahir tidak berdaya terhadap lingkungannya, sehingga ia harus dibantu untuk mempertahankan hidupnya, seperti sewaktu masih dalam kandungan dimana hidupnya secara teratur dan nyaman serta semua kebutuhannya dipenuhi.




Pola-pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tatlaksana hidup sehat
Riwayat imunisasi yang telah diberikan
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Terjadi perubahan dalam kebiasaan atau jenis makanan yang diberikan akibat dari kondisi penyakitnya
3. Pola Eliminasi
Terjadi perubahan dari karakteristik faeses dan urine (warna , konsistensi, bau), dapat terjadi inkontinensia atau retensi dari urin atau alvi, nyeri tekan abdomen.
4. Pola Tidur dan Istirahat
Anak menjadi mudah terangsang/irritable, terjadi kejang spastik, penurunan kesadaran (apatis-koma).
5. Pola Aktivitas
Dapat ditemukan gerakan-gerakan yang involunter, hipotonia, keterbatasan dalam rentang gerak, ataksia, kelumpuhan, masalah dalam hal berjalan atau keterbatsan akibat dari kondisi penyakitnya.
6. Pola Hubungan dan Peran
Terjadi perubahan status mental sehingga
7. Pola Persepsi dan Konsep diri
Pada anak usia Toddler tidak dapat diikuti
8. Pola Sensori dan Kognitif
Pada anak usia toddler dengan keadaan terjadi penurunan tingkat kesadaran terjadi penurunan status mental, bisa terjadi letargi sampai kebingungan yang sangat berat hinggga koma, delusi atau halusinasi/psikosis organik.
9. Pola Reproduksi Seksual
10 .Pola Penanggulangan Strees
11.Pola Tata Nilai dan Kepercayaan

Pemeriksaan Penunjang

Penatalaksaan dan Pengobatan

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :

I. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan :
Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit
Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rasa sakit kepala berkurang
Kesadaran meningkat
Tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.


Rencana Tindakan :
INTERVENSI (1) RASIONAL
Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuatif. Kegagalan autoregulasi akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadar serta nausea yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur. Aktifitas muntah atau batuk dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
Kolaborasi :
Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika. Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.
II. Nyeri berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
Tujuan :
Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol
Kriteria evaluasi :
Pasien dapat tidur dengan tenang
Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
Independent
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang
Menurunkan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort
Kolaborasi :
Berikan obat analgesik Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.

III.Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran

Tujuan:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
Independent :
Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien. Melindungi pasien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi :
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.
Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.




IV. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskulaer, penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
Tujuan :
Tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi bowell dan bladder optimal serta peningkatan kemampuan fisik

Rencana Tindakan

Intervensi Rasional
Independen :
Review kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi Mengidentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan pilihan intervensi
Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala ketergantungan dari 0 - 4 Kemungkinan tingkat ketergantungan (0) hanya memerlukan bantuan minimal (1)Memerlukan bantuan moderate (3) Memerlukan bantuan komplit dari perawat (4)Klien yang memerlukan pengawasan khusus karena resiko injury yang tinggi
Berikan perubahan posisi yang teratur pada klien Perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat badan secara meneyluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus
Pertahankan body aligment adekuat, berikan latihan ROM pasif jika klien sudah bebas panas dan kejang Mencegah terjadinya kontraktur atau foot drop serta dapat mempercepat pengembalian fungsi tubuh nantinya
Berikan perawatan kulit secara adekuat, lakukan masasse, ganti pakaian klien dengan bahan linen dan pertahankan tempat tidur dalam keadaan kering Memfasilitasi sirkulasi dan mencegah gangguan integritas kulit
Berikan perawatan mata, bersihkan mata dan tutup dengan kapas yang basah sesekali Melindungi mata dari kerusakan akibat terbukanya mata terus menerus
Kaji adanya nyeri, kemerahan, bengkak pada area kulit Indikasi adanya kerusakan kulit

V. Kerusakan sensori persepsi berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensori, transmisi sensori dan integrasi sensori
Tujuan :
2. Kesadaran klien dan persepsi sensori membaik

RencanaTindakan :
Intervensi Rasional
Evaluasi secara teratur perubahan orientasi klien, kemampuan bicara, keadaan emosi serta proses berpikir klien. Kerusakan area otak akan menyebabkan klien mengalami gangguan persepsi sensori. Sejalan dengan proses peneymbuhan, lesi area otak akan mulai membaik sehingga perlu dievaluasi kemajuan klien
Kaji kemampuan menterjemahkan rangsang sensori misalnya : respon terhadap sentuhan, panas atau dingin, serta kesadaran terhadap pergerakan tubuh. Informasi tersebut penting untuk menentukan tindak lanjut bagi klien
Batasi suara-suara bising serta pertahankan lingkungan yang tenang Menurunkan kecemasan, dan mencegah kebingungan pada klien akibat rangsang sensori berlebihan
Tetap bicara dengan klien dengan suara yang tenang, gunakan kata-kata yang sederhana dan singkat serta pertahankan kontak mata Rangsang sensori tetap diberikan pada klien walaupun dalam keadaan tidak sadar untuk memacu kemampuan sensori persepsi klien
Kolaborasi :
Rujuk ke ahli fisioterapi atau okupasi Untuk dapat memberikan penanganan menyeluruh pada klien


VI.Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik

Tujuan :
Nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria tidak adanya tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam batas norma
l
Rencana Tindakan

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk dan adanya sekret Faktor-faktor tersebut menentukan kemampuan menelan klien dan klien harus dilindungi dari resiko aspirasi
Auskultasi bowel sounds, amati penurunan atau hiperaktivitas suara bpowell Fungsi gastro intestinal tergantung pula pada kerusakan otak, bowelll sounds menentukan respon feeding atau terjadinya komplikasi misalnya illeus
Timbang berat badan sesuai indikasi Untuk megevaluasi efektifitas dari asupan makanan
Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala Menurunkan resiko regurgitasi atau aspirasi
Pertahankan lingkungan yang tenang dan anjurkan keluarga atau orang terdekat untuk memberikan makanan pada klien Membuat klien merasa aman sehingga asupan dapat dipertahankan




DAFTAR KEPUSTAKAAN


Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi,
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998
Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1997.
Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan
Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran
Salemba, Jakarta, 1986.
Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.
Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.












ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ENSEFALITIS

Nama Mahasiswa : Subhan Ruangan : Anak
NIM : 010030170 B No. Reg : 10063541


PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Perempuan
TTL : Lamongan, 4 – 12 – 1999
Umur : 18 Bulan
Anak : I
Nama Ayah : Tn.T
Nama Ibu : Ny.U
Pendidikan Ayah : SMP
Pendidikan Ibu : SMP
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Geger Turi Lamongan
MRS : 10 Juli 2001
Diagnosa Medis : Ensefalitis
Sumber Informasi : Orang tua, RM.
II. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Kejang spastik pada ekstremitas atas dan bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak menderita demam disertai dengan muntah-muntah yang sering 2 hari sebelum di RS. Lamongan
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Anak sudah 4 kali dirawat di RS dengan keluhan muntah-muntah disertai dengan badan panas. Sejak umur 1 bulan anak sering muntah-muntah serta sakit flu dan batuk-batuk7.
III. Riwayat Keperawatan Sebelumnya

askep ca mamae

Askep Ca Mamae (Kanker Payudara)
ASKEP KANKER PAYUDARA

1. Pengertian
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit. (Erik T, 2005, hal : 39-40)
Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi ganas. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Harianto, dkk)

2. Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu :
1. Tinggi melebihi 170 cm
Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker payudara karena pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya perubahan struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya berubah ke arah sel ganas.
2. Masa reproduksi yang relatif panjang.
1. Menarche pada usia muda dan kurang dari usia 10 tahun.
2. Wanita terlambat memasuki menopause (lebih dari usia 60 tahun)
3. Wanita yang belum mempunyai anak
Lebih lama terpapar dengan hormon estrogen relatif lebih lama dibandingkan wanita yang sudah punya anak.
4. Kehamilan dan menyusui
Berkaitan erat dengan perubahan sel kelenjar payudara saat menyusui.
5. Wanita gemuk
Dengan menurunkan berat badan, level estrogen tubuh akan turun pula.
6. Preparat hormon estrogen
Penggunaan preparat selama atau lebih dari 5 tahun.
7. Faktor genetik
Kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2 – 3 x lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara. (Erik T, 2005, hal : 43-46)

3. Anatomi fisiologi
1. Anatomi payudara
Secara fisiologi anatomi payudara terdiri dari alveolusi, duktus laktiferus, sinus laktiferus, ampulla, pori pailla, dan tepi alveolan. Pengaliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke aksila. Sebagian lagi ke kelenjar parasternal terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula pengaliran yang ke kelenjar interpektoralis.
2. Fisiologi payudara
Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh ekstrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan menstruasi payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu. (Samsuhidajat, 1997, hal : 534-535)

4. Insiden
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa lima besar kanker di dunia adalah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus besar dan kanker lambung dan kanker hati. Sementara data dari pemeriksaan patologi di Indonesia menyatakan bahwa urutan lima besar kanker adalah kanker leher rahim, kanker payudara, kelenjar getah bening, kulit dan kanker nasofaring (Anaonim, 2004).
Angka kematian akibat kanker payudara mencapai 5 juta pada wanita. Data terakhir menunjukkan bahwa kematian akibat kanker payudara pada wanita menunjukkan angka ke 2 tertinggi penyebab kematian setelah kanker rahim. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Harianto, dkk).

5. Patofisiologi
Kanker payudara bukan satu-satunya penyakit tapi banyak, tergantung pada jaringan payudara yang terkena, ketergantungan estrogennya, dan usia permulaannya. Penyakit payudara ganas sebelum menopause berbeda dari penyakit payudara ganas sesudah masa menopause (postmenopause). Respon dan prognosis penanganannya berbeda dengan berbagai penyakit berbahaya lainnya.
Beberapa tumor yang dikenal sebagai “estrogen dependent” mengandung reseptor yang mengikat estradiol, suatu tipe ekstrogen, dan pertumbuhannya dirangsang oleh estrogen. Reseptor ini tidak manual pada jarngan payudara normal atau dalam jaringan dengan dysplasia. Kehadiran tumor “Estrogen Receptor Assay (ERA)” pada jaringan lebih tinggi dari kanker-kanker payudara hormone dependent. Kanker-kanker ini memberikan respon terhadap hormone treatment (endocrine chemotherapy, oophorectomy, atau adrenalectomy). (Smeltzer, dkk, 2002, hal : 1589)


6. Gejala klinik
Gejala-gejala kanker payudara antara lain, terdapat benjolan di payudara yang nyeri maupun tidak nyeri, keluar cairan dari puting, ada perlengketan dan lekukan pada kulit dan terjadinya luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama, rasa tidak enak dan tegang, retraksi putting, pembengkakan lokal. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, Harianto, dkk)
Gejala lain yang ditemukan yaitu konsistensi payudara yang keras dan padat, benjolan tersebut berbatas tegas dengan ukuran kurang dari 5 cm, biasanya dalam stadium ini belum ada penyebaran sel-sel kanker di luar payudara. (Erik T, 2005, hal : 42)

7. Klasifikasi kanker payudara
1. Tumor primer (T)
1. Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan
2. To : Tidak terbukti adanya tumor primer
3. Tis : Kanker in situ, paget dis pada papila tanpa teraba tumor
4. T1 : Tumor < 2 cm
T1a : Tumor < 0,5 cm
T1b : Tumor 0,5 – 1 cm
T1c : Tumor 1 – 2 cm
5. T2 : Tumor 2 – 5 cm
6. T3 : Tumor diatas 5 cm
7. T4 : Tumor tanpa memandang ukuran, penyebaran langsung ke dinding thorax atau kulit.
T4a : Melekat pada dinding dada
T4b : Edema kulit, ulkus, peau d’orange, satelit
T4c : T4a dan T4b
T4d : Mastitis karsinomatosis

2. Nodus limfe regional (N)
1. Nx : Pembesaran kelenjar regional tidak dapat ditentukan
2. N0 : Tidak teraba kelenjar axila
3. N1 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang tidak melekat.
N2 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya.
N3 : Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral

3. Metastas jauh (M)
1. Mx : Metastase jauh tidak dapat ditemukan
2. M0 : Tidak ada metastase jauh
3. M1 : Terdapat metastase jauh, termasuk kelenjar subklavikula

8. Stadium kanker payudara :
1. Stadium I : tumor kurang dari 2 cm, tidak ada limfonodus terkena (LN) atau penyebaran luas.
2. Stadium IIa : tumor kurang dari 5 cm, tanpa keterlibatan LN, tidak ada penyebaran jauh. Tumor kurang dari 2 cm dengan keterlibatan LN
3. Stadium IIb : tumor kurang dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. Tumor lebih besar dari 5 cm tanpa keterlibatan LN
4. Stadium IIIa : tumor lebih besar dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. semua tumor dengan LN terkena, tidak ada penyebaran jauh
5. Stadium IIIb : semua tumor dengan penyebaran langsung ke dinding dada atau kulit semua tumor dengan edema pada tangan atau keterlibatan LN supraklavikular.
6. Stadium IV : semua tumor dengan metastasis jauh.
(Setio W, 2000, hal : 285)

9. Pemeriksaan diagnostik
1) Mammagrafi, yaitu pemeriksaan yang dapat melihat struktur internal dari payudara, hal ini mendeteksi secara dini tumor atau kanker.
2) Ultrasonografi, biasanya digunakan untuk membedakan tumor sulit dengan kista.
3) CT. Scan, dipergunakan untuk diagnosis metastasis carsinoma payudara pada organ lain
4) Sistologi biopsi aspirasi jarum halus
5) Pemeriksaan hematologi, yaitu dengan cara isolasi dan menentukan sel-sel tumor pada peredaran darah dengan sendimental dan sentrifugis darah.
(Michael D, dkk, 2005, hal : 15-66)

10. Pencegahan
Perlu untuk diketahui, bahwa 9 di antara 10 wanita menemukan adanya benjolan di payudaranya. Untuk pencegahan awal, dapat dilakukan sendiri. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan sehabis selesai masa menstruasi. Sebelum menstruasi, payudara agak membengkak sehingga menyulitkan pemeriksaan.
Cara pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Berdirilah di depan cermin dan perhatikan apakah ada kelainan pada payudara. Biasanya kedua payudara tidak sama, putingnya juga tidak terletak pada ketinggian yang sama. Perhatikan apakah terdapat keriput, lekukan, atau puting susu tertarik ke dalam. Bila terdapat kelainan itu atau keluar cairan atau darah dari puting susu, segeralah pergi ke dokter.
2. Letakkan kedua lengan di atas kepala dan perhatikan kembali kedua payudara.
3. Bungkukkan badan hingga payudara tergantung ke bawah, dan periksa lagi.
4. Berbaringlah di tempat tidur dan letakkan tangan kiri di belakang kepala, dan sebuah bantal di bawah bahu kiri. Rabalah payudara kiri dengan telapak jari-jari kanan. Periksalah apakah ada benjolan pada payudara. Kemudian periksa juga apakah ada benjolan atau pembengkakan pada ketiak kiri.
5. Periksa dan rabalah puting susu dan sekitarnya. Pada umumnya kelenjar susu bila diraba dengan telapak jari-jari tangan akan terasa kenyal dan mudah digerakkan. Bila ada tumor, maka akan terasa keras dan tidak dapat digerakkan (tidak dapat dipindahkan dari tempatnya). Bila terasa ada sebuah benjolan sebesar 1 cm atau lebih, segeralah pergi ke dokter. Makin dini penanganan, semakin besar kemungkinan untuk sembuh secara sempurna.
6. Lakukan hal yang sama untuk payudara dan ketiak kanan (www.vision.com jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Ramadhan)

11. Penanganan
Pembedahan
1. Mastektomi parsial (eksisi tumor lokal dan penyinaran). Mulai dari lumpektomi sampai pengangkatan segmental (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena).
2. Mastektomi total dengan diseksi aksial rendah seluruh payudara, semua kelenjar limfe dilateral otocpectoralis minor.
3. Mastektomi radikal yang dimodifikasi
Seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan aksial
1) Mastektomi radikal
Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor dibawahnya : seluruh isi aksial.
2) Mastektomi radikal yang diperluas
Sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar limfe mamaria interna.

Non pembedahan
1. Penyinaran
Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut; pada metastase tulang, metastase kelenjar limfe aksila.
2. Kemoterapi
Adjuvan sistematik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang lanjut.
3. Terapi hormon dan endokrin
Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, antiestrogen, coferektomi adrenalektomi hipofisektomi.
(Smeltzer, dkk, 2002, hal : 1596 - 1600)


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta review catatan sebelumnya.
Langkah-langkah pengkajian yang sistemik adalah pengumpulan data, sumber data, klasifikasi data, analisa data dan diagnosa keperawatan.

Pengumpulan data
Adalah bagian dari pengkajian keperawatan yang merupakan landasan proses keperawatan. Kumpulan data adalah kumpulan informasi yang bertujuan untuk mengenal masalah klien dalam memberikan asuhan keperawatan .

Sumber data
Data dapat diperoleh melalui klien sendiri, keluarga, perawat lain dan petugas kesehatan lain baik secara wawancara maupun observasi.

Data yang disimpulkan meliputi :
Data biografi /biodata
Meliputi identitas klien dan identitas penanggung antara lain : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

Riwayat keluhan utama.
Riwayat keluhan utama meliputi : adanya benjolan yang menekan payudara, adanya ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak, nyeri.

Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama .

Pengkajian fisik meliputi :
Keadaan umum
Tingkah laku
BB dan TB
Pengkajian head to toe

Pemeriksaan laboratorium :
 Pemeriksaan darah hemoglobin biasanya menurun, leukosit meningkat, trombosit meningkat jika ada penyebaran ureum dan kreatinin.
Pemeriksaan urine, diperiksa apakah ureum dan kreatinin meningkat.

Tes diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita carsinoma mammae adalah sinar X, ultrasonografi, xerora diagrafi, diaphanografi dan pemeriksaan reseptor hormon.

Pengkajian pola kebiasaan hidup sehari-hari meliputi :
Nutrisi
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat sebelum dan sesudah masuk RS.

Eliminasi
Kebiasaan BAB / BAK, frekuensi, warna, konsistensi, sebelum dan sesudah masuk RS.

Istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur, lamanya tidur dalam sehari sebelum dan sesudah sakit.

Personal hygiene
1. Frekuensi mandi dan menggosok gigi dalam sehari
2. Frekuensi mencuci rambut dalam seminggu
3. Dikaji sebelum dan pada saat di RS

Identifikasi masalah psikologis, sosial dan spritual :
Status psikologis
Emosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap cepat sembuh, merasa asing tinggal di RS, merasa rendah diri, mekanisme koping yang negatif.
Status social
Merasa terasing dengan akibat klien kurang berinteraksi dengan masyarakat lain.
Kegiatan keagamaan
Klien mengatakan kegiatan shalat 5 waktu berkurang.

Klasifikasi Data
Data pengkajian :
Data subyektif
Data yang diperoleh langsung dari klien dan keluarga, mencakup hal-hal sebagai berikut : klien mengatakan nyeri pada payudara, sesak dan batuk, nafsu makan menurun, kebutuhan sehari-hari dilayani di tempat tidur, harapan klien cepat sembuh, lemah, riwayat menikah, riwayat keluarga.

Data obyektif
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau penunjang meliputi : asimetris payudara kiri dan kanan, nyeri tekan pada payudara, hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.

Analisa Data
Merupakan proses intelektual yang merupakan kemampuan pengembangan daya pikir yang berdasarkan ilmiah, pengetahuan yang sama dengan masalah yang didapat pada klien.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi lengan/bahu.
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan gambaran tubuh.
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan serta pengobatan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat.

PERENCANAAN
Perencanaan keperawatan adalah pengembangan dari pencatatan perencanaan perawatan untuk memenuhi kebutuhan klien yang telah diketahui.
Pada perencanaan meliputi tujuan dengan kriteria hasil, intervensi, rasional, implementasi dan evaluasi.

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor
Ditandai dengan :
DS : - Klien mengeluh nyeri pada sekitar payudara sebelah kiri menjalar ke
kanan.
DO : - Klien nampak meringis
- Klien nampak sesak
- Nampak luka di verban pada payudara sebelah kiri
Tujuan : Nyeri teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
Nyeri tekan tidak ada
Ekspresi wajah tenang
Luka sembuh dengan baik

Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri, skala nyeri, sifat nyeri, lokasi dan penyebaran.
Rasional : Untuk mengetahui sejauhmana perkembangan rasa nyeri yang dirasakan oleh klien sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk intervensi selanjutnya.
2) Beri posisi yang menyenangkan.
Rasional : Dapat mempengaruhi kemampuan klien untuk rileks/istirahat secara efektif dan dapat mengurangi nyeri.
3) Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.
Rasional : Relaksasi napas dalam dapat mengurangi rasa nyeri dan memperlancar sirkulasi O2 ke seluruh jaringan.
4) Ukur tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan tanda-tanda vital dapat menjadi acuan adanya peningkatan nyeri.
5) Penatalaksanaan pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat memblok rangsangan nyeri sehingga dapat nyeri tidak dipersepsikan.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi lengan/bahu.
Ditandai dengan :
DS :
Klien mengeluh sakit jika lengan digerakkan.
Klien mengeluh badan terasa lemah.
Klien tidak mau banyak bergerak.
DO :
Klien tampak takut bergerak.
Tujuan : Klien dapat beraktivitas
Kriteria Hasil :
Klien dapat beraktivitas sehari – hari.
Peningkatan kekuatan bagi tubuh yang sakit.

Intervensi :
1) Latihan rentang gerak pasif sesegera mungkin.
Rasional : Untuk mencegah kekakuan sendi yang dapat berlanjut pada keterbatasan gerak.
2) Bantu dalam aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
Rasional : Menghemat energi pasien dan mencegah kelelahan.
3) Bantu ambulasi dan dorong memperbaiki postur.
Rasional : Untuk menghindari ketidakseimbangan dan keterbatasan dalam gerakan dan postur.

3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan gambaran tubuh.
Ditandai dengan :
DS :
Klien mengatakan takut ditolak oleh orang lain.
Ekspresi wajah tampak murung.
Tidak mau melihat tubuhnya.
DO :
Klien tampak takut melihat anggota tubuhnya.
Tujuan : Kecemasan dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
Klien tampak tenang
Mau berpartisipasi dalam program terapi

Intervensi :
1) Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : Proses kehilangan bagian tubuh membutuhkan penerimaan, sehingga pasien dapat membuat rencana untuk masa depannya.
2) Diskusikan tanda dan gejala depresi.
Rasional : Reaksi umum terhadap tipe prosedur dan kebutuhan dapat dikenali dan diukur.

3) Diskusikan tanda dan gejala depresi
Rasional : Kehilangan payudara dapat menyebabkan perubahan gambaran diri, takut jaringan parut, dan takut reaksi pasangan terhadap perubahan tubuh.
4) Diskusikan kemungkinan untuk bedah rekonstruksi atau pemakaian prostetik.
Rasional : Rekonstruksi memberikan sedikit penampilan yang lengkap, mendekati normal.

4. Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah
Ditandai dengan :
DS :
Klien mengatakan malu dengan keadaan dirinya
DO :
Klien jarang bicara dengan pasien lain
Klien nampak murung.
Tujuan : Klien dapat menerima keadaan dirinya.
Kriteria Hasil :
Klien tidak malu dengan keadaan dirinya.
Klien dapat menerima efek pembedahan.

Intervensi :
1) Diskusikan dengan klien atau orang terdekat respon klien terhadap penyakitnya.
Rasional : membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah
2) Tinjau ulang efek pembedahan
Rasional : bimbingan antisipasi dapat membantu pasien memulai proses adaptasi.
3) Berikan dukungan emosi klien.
Rasional : klien bisa menerima keadaan dirinya.
4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu mendampingi klien.
Rasional : klien dapat merasa masih ada orang yang memperhatikannya.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
Ditandai dengan :
DS :
Klien mengeluh nyeri pada daerah sekitar operasi.
DO :
Adanya balutan pada luka operasi.
Terpasang drainase
Warna drainase merah muda
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda – tanda infeksi.
Luka dapat sembuh dengan sempurna.

Intervensi :
1) Kaji adanya tanda – tanda infeksi.
Rasional : Untuk mengetahui secara dini adanya tanda – tanda infeksi sehingga dapat segera diberikan tindakan yang tepat.
2) Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah prosedur tindakan.
Rasional : Menghindari resiko penyebaran kuman penyebab infeksi.
3) Lakukan prosedur invasif secara aseptik dan antiseptik.
Rasional : Untuk menghindari kontaminasi dengan kuman penyebab infeksi.
4) Penatalaksanaan pemberian antibiotik.
Rasional : Menghambat perkembangan kuman sehingga tidak terjadi proses infeksi.

6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan serta pengobatan penyakitnya
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Ditandai dengan :
DS : Klien sering menanyakan tentang penyakitnya.
DO : Ekspresi wajah murung/bingung.
Tujuan : Klien mengerti tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
Klien tidak menanyakan tentang penyakitnya.
Klien dapat memahami tentang proses penyakitnya dan pengobatannya.

Intervensi :
1) Jelaskan tentang proses penyakit, prosedur pembedahan dan harapan yang akan datang.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar, dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi, dan dapat berpartisipasi dalam program terapi.
2) Diskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, nutrisi, makanan dan pemasukan cairan yang adekuat.
Rasional : Memberikan nutrisi yang optimal dan mempertahankan volume sirkulasi untuk mengingatkan regenerasi jaringan atau proses penyembuhan.
3) Anjurkan untuk banyak beristirahat dan membatasi aktifitas yang berat.
Rasional : Mencegah membatasi kelelahan, meningkatkan penyembuhan, dan meningkatkan perasaan sehat.
4) Anjurkan untuk pijatan lembut pada insisi/luka yang sembuh dengan minyak.
Rasional : Merangsang sirkulasi, meningkatkan elastisitas kulit, dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan rasa pantom payudara.
5) Dorong pemeriksaan diri sendiri secara teratur pada payudara yang masih ada. Anjurkan untuk Mammografi.
Rasional : Mengidentifikasi perubahan jaringan payudara yang mengindikasikan terjadinya / berulangnya tumor baru.

7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat
Ditandai dengan :
DS :
Klien mengeluh nafsu makan menurun
Klien mengeluh lemah.
DO :
Setengah porsi makan tidak dihabiskan
Klien nampak lemah.
Nampak terpasang cairan infus 32 tetes/menit.
Hb 10,7 gr %.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
Nafsu makan meningkat
Klien tidak lemah
Hb normal (12 – 14 gr/dl)

Intervensi :
1) Kaji pola makan klien
Rasional : Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi klien dan merupakan asupan dalam tindakan selanjutnya.
2) Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : dapat mengurangi rasa kebosanan dan memenuhi kebutuhan nutrisi sedikit demi sedikit.
3) Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan mulut dan gigi.
Rasional : agar menambah nafsu makan pada waktu makan.
4) Anjurkan untuk banyak makan sayuran yang berwarna hijau.
Rasional : sayuran yang berwarna hijau banyak mengandung zat besi penambah tenaga.
5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien
Rasional : partisipasi keluarga dpat meningkatkan asupan nutrisi untuk kebutuhan energi.

Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien.
Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya

Evaluasi
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan.
Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.

Daftar Pustaka
Doenges M., (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta
Dixon M., dkk, (2005), Kelainan Payudara, Cetakan I, Dian Rakyat, Jakarta.
Mansjoer, dkk, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta
Sjamsuhidajat R., (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta
Tapan, (2005), Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplementer, Elex Media Komputindo, Jakarta.

askep pada anak dengan BERAT BADAN BAYI LAHIR REENDAH (BBLR)


BERAT BADAN BAYI LAHIR REENDAH (BBLR)

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

(menurut sarwono 2002) BBLR adalah : bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500gr Bayi Badan Lahir Rendah. Di bedakan dalam:

a. Berat lahir 1500-2500 gram(BBLR)

b. Berat lahir kurang 1500 Gram (BBKR)

c. Berat lahir kurang 1000 gram (BBLER)

Menurut Masjoer, (2000) BBLR : adalah bayi lahir dengan berat badan 2500 gram memperhatikan umur kelahiran .

Menurut Wong,(2003) berat badan lahir rendah adalah: bayi yang lahir denganberat badan yang kurang dari 2500 gram tampa memperhatikan usia gestasi.

2. Etiologi

Menurut Prawiharjo, (2002) penyebab terjadi nya BBLR adalah:

a. Faktor ibu:

riwayat kelahiran sebelumnya, perdarahan antepartum, penyakit ginjal yang kronik, ipertensi, perokok, berat.ibu, peminum alcohol kronik. Malnutrisi, kelainan uterus, usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.

b. Faktor janin:

kehamilan ganda, hidramnion, kelainan kromosom,cacat bawaan infeksi dalam kandungan, dan ketuban pecah dini.

c. kebiasaan: pekerjaan yang melelahkan

d. keadaan social ekonomi yang rendah

e. factor plasenta: disfungsi plasenta, plasenta previa.

3. patofisiologi













Sumber : sarwono (2002)

Wong (2003)






















4. manifesasi klinis

Menurut wong (2003) manifestasi klinis pada bayi BBLR adalah:

a.Bayi sangat kecil

b.Penampilan rapuh

c.Kulit merah

d.Rambut tipis dan halus

e.Berbaring dalam sikap rileks

f.Pada wanita klitoris menonjol

5. komplikasi

Menurut karyuni eko dan eny melly (2007) komplikasi pada BBLR adalah:

a.Kesulitan pemberian makanan

b.Suhu tubuh tidak normal

c.Kesulitan bernafas

d.Uterus akibat pre maturitas

e.Anemia

6. diagnostic

Menurut doenges(2001) pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR adalah:

a.Jumlah darah lengkap untuk mengkaji penurunan pada HB/HT mungkin dihubungkan anemia

b.Distokrit kurang dari 45mg/i

c.Colestrum mungkin lemas

d.Golongan darah arteri (GDA) po2 mungkin rendah.

7. Penata Laksanaan

Menurut karyani dan marlin (2007) pelaksanaan pada bayi BBLR adalah:

a.Resusitasi bayi dengan menggunakan kantung dan masker

b.Berikan O2

c.Timbang BB bayi

d.Pasang slang

e.Berikan Vit,k

B. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BERAT BADAN BAYI LAHIR RENDAH

Menurut wong (2003) asuhan keperawatan pada BBLR adalah:

1. Pengkajian

Pengkajian umum

Dengan menggunakan timbangan timbang berat badan bayi, berat badan bayi di bawah 2.500 gr.

Ukur panjang dan lingkar lengan, lingkar kepala

Kulit tampak merah muda dengan vena dapat di lihat, penampilan rapuh. Rambut tipis dan halus lanungo pada punggung dan wajah.

Kepala lebih besar dari tubuh sedikit keriput dan halus pada telapak kaki dan tangan.

Ekstermitas terektensi.

Reflek menggenggam, menghisap, menelan dan reflek muntah tidak ada,lemah atau tidak efekttif.

Gastrointestinal

Reflek menghisp dan mutah tidak ada. Juga kemampuan menelan lemah.

Sirkulasi

Nadi mungkin/tidak terlalu dalam batas normal (120-160)mur-mur jantung mendadak duktur uteri usus pelan

neurosensori

tubuh panjang kurus,lemas dengan,perut agak gendut,ukuran kepala besar.

makanan/cairan

BB kurang dari 2500 gr

pernafasan

-APGAR score rendah

-pernafasan mungkin dangkal tidak teratur

keamanan

-suhu berflaktasi dengan mudah menangis,mungkin lemah

2. Diagnosa Keperawatan

a. pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas nya paru dan neuro muskular, penurunan energi dan keletihan.

b. Termoregulasi tidak efektif b/d control suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan.

c. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d pertahanan imunologis yang kurang.

d. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan mencerna nutrisi karma imaturitas

e. Perubahan proses keluarga b/d krisis situasi,kurang pengetahuan, gangguan proses pemdekatan keluarga.

3. Intervensi Keperawatan

a. pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas nya paru dan neuro muskular, penurunan energi dan keletihan.

kriteria hasil:

Pasien menunjukan oksigenisasi yang adekuat

Intervensi keperawatan

Intervensi

Rasional

1. posisikan untuk pertukaran oksigen yang optimal yaitu pada posisi terlungkup danterlentang dengan leher sedikit agak ekstensi

2. hindarri hiper ekstensi

3. observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang di ingin kan.

4. lakukan penghisapan untuk menghilang kan mucus.

5. jangan pernah melakukan ppenghisapan secara rutin,

6. hindari posisi trendeleburg

7. lakukan regimen yang di resep kan untuk terapi oksigen supplemental

8. pertahan kan suhu lingkungan.

9. observasi dan kaji respon bayi terhadap terapi ventilasi dan oksigenasi.

1. posisi terlungkupmenghasil kan perbaikan oksigenasi’dan posisi terlentang untuk mencegah adanya penyempitan jalan napas.

2. hiper ekstensi akan mengurangi diameter trakea.

3. untuk mengetahui kemunduran yang di alami bayi

4. mucus yang berlebihan akan menyebab kan penyumbatan jalan napas.

5. penghisapan yang terlalu sering dapat menyebab kan bronkosspasme bradikardia dan hipoksia.

6. posisi ini dapat menyebabkan peningkatan TIK

7. untuk melancar kan oksigenasi

8. untuk penghematan penggunaan oksigen

9. mengetahui keadaan bayi terhadap terapi yang di lakukan’

b. Termoregulasi tidak efektif b/d control suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan.

Kriteria hasil:

Pasien mempertahan kan suhu yang stabil

Suhu aksila dalam rentang normal

Intervensi keperawatan

Intervensi

Rasional

  1. tempat kan bayi di incubator atau pakaian hangat
  2. pantau suhu aksila pada bayi yang tidak stabil
  3. atur unit servokontrol atau control suhu sesuai kebutuhan

  1. gunakan pelindungan panas plastic
  2. pantau tanda-tanda hipertermi missalnya kemerahan, ruam, diaforesis
  3. hindari situasi yang dapat mempredisposisi bayi ppada kehilangan panas. Seperti terpapar udara dingin, mandi

1. incubator dapat mempertahan suhu tubuh yang stabil

2. untuk mengetahui keadan bayi

3. untuk mempertahankan suhu kulit dalam rentang termal yang dapat di terima

4. pelindung panas plastik untuk menurun kan kehilangn panas

5. mengetahui bayi dalam keadaan gawat atau tidak

6. agar bayi tetap dalam keadaan hangat

c. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d pertahanan imunologis yang kurang.

Criteria hasil:

Pasien tidak menunjukan keadaan infeksi nasokomial

Intervensi keperawatan

Intervensi

Rasional

  1. Perhatikan bahwa semua tindakan keperawatan dilakukan dengan mencuci tangan baik sesudah maupun sebelum prosedur
  2. pastikan semua alat yang kontak dengan bayi dalam keadaan bersih
  3. cegah agar bayi tidak terinfeksi dari saluran pernapasan, dengan mengisolasikan bayi.
  4. isolasi bayi lain yang terkena infeksi
  5. intrukan perawat dan keluarga dalam prosedur control infeksi pada bayi

  1. beri antibiotic sesuai intruksi

  1. pastikan aspesis ketat atau atau sterilitas terhadap terapi
  1. dengan mencucitangan meminimalkan pemajanan pada organisme infektif.

  1. kemungkinan untuk terjadi nya infeksi nosokomial dapat di atasi
  2. mencegah infeksi saluran pernapasan.

  1. meminimalkan terjadinya infaksi nosokomial
  2. karma dari keluarga maupun tenaga kesehatan dapat mengantarkan mikro organisme penyebab infeksi
  3. untuk mematikan mikro organisme penyebab infeksi
  4. tindakan yang tidak steril dapat menyebabkan infeksi

d. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan mencerna nutrisi karma imaturitas

Tujuan:

Diharap kan pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat, dengan masukan kalori untuk mempertahankan keseimbanggan nitrogen positif , dan menunjukan penambahan berat badan yang posittif

Kriteria hasil:

Bayi mendapat kan kalori dan nutrient esensial yang adekuat

Bayi menunjukan penambahan berat badan.

Intervensi keperawatan

Intervensi

Rasional

  1. pertahankan cairan parenteral atau nutrisi parenteral total sesuai intruksi
  2. pantau adanya tanda-tanda intoleransi terhadap terapi parenteral
  3. kaji kesiapan bayi untuk menyusu pada payudara ibu,kusus nya untuk mengkoordinasi kemampuan menelan dan bernapas
  4. gunakan pemberian makanan orogastrik bila bayi mudah lelah,reflek muntah atau menelan yang lemah
  5. Bantu ibu mengeluarkan ASI

  1. Bantu ibu untuk menyusui dengan benar
  1. pemberian nutrisi dengan pareteral lebih baik dari pada melalui oral
  2. terapi parenteral ada yang tidak sesuai dengan keadaan bayi

  1. bayi yang belum mampu menyusui di payudara ibu akan mudah terjadi aspirasi

  1. makan makanan dengan ASI dapat mengakibatkan penurunan berat badan

  1. untuk mempertahan kan laktasi sampai bayi dapat menyusui ASI
  2. cara menyusui yang baik dapat mengurangi terjadi nya aspirasi dan muntah pada bayi

e. Perubahan proses keluarga b/d krisis situasi,kurang pengetahuan, gangguan proses pemdekatan keluarga.

Tujuan:

Keluarga dapat memahami tentang kemajuan bayi

Kriteria hasil:

Keluarga menunjukan pemahaman dan keterlibatan dalam perawatan bayi

Intervensi keperawatan

Intervensi

Rasional

  1. prioritaskan informasi

  1. dorong orang tua untuk mengajukkan pertanyaan mengenai status bayi
  2. jawab pertanayaan, fasilitasi ekspresi kekhawatiran mengenai perawatan dan prognosi
  3. bersikap jujur, berespon terhadap pertanyaan yang di ajukan dengann jawaban yang benar
  4. dorong ibuu dan ayah untuk sering berkunjung dan menghubungi unit dengan sering.

  1. tekankan aspek positif dari status bayi
  1. membantu orang tua mengetahui aspek paling penting dari perawatan, tanda perbaikan, atau penyimpangan pada kondisi bayi.
  2. mengetahui tingkat pengeetahuan orang tua.

  1. untuk meunjukan rasa empati pada orang tua dan memberi kan pengetahuan pada orang tua.
  2. meningkat kan rasa percaya dengan orang tua bayi

  1. dengan seringnya orang tua berhubungan dengan tenaga kesehatan orang tua akan lebih banyak mendapatkan informasi tentang kemajuan bayi.
  2. dengan aspek positif yang ada pada bayi akan meningkatkan pengharapan pada orrang tua bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Doengges M dkk, (2000) Rencana Asuhan Keperawatan edisi ketiga, Jakarta: EGC

Manjoer dkk,(2000) kapitaselekta Kedoktoran, Jakarta: aeskulapius

Prawiharjo S, (1994) Ilmu Kebidanan Edisi ketiga, Jakarta: YBP

Wong D L, (2003) Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Jakarta: EGC